Cari Blog Ini

Senin, 05 Mei 2025

Pengaduan Dan Pelaporan Polisi

Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum yang berlaku terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana yang merugikannya.

Jika laporan polisi tidak ditindaklanjuti atau ditunda lebih dari 5 bulan, pelapor dapat mempertanyakan proses penyidikan dengan mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri. Pelapor juga bisa meminta SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) untuk mengetahui perkembangan kasus. Jika kepolisian tidak menindaklanjuti laporan atau terdapat ketidakpuasan atas hasil penyidikan, pelapor dapat mengajukan pengaduan kepada Propam Polri.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan:

1.      Tindak Lanjut Rutin:

Lakukan kunjungan atau komunikasi rutin ke kantor polisi untuk menanyakan perkembangan laporan.

2.      SP2HP:

Mintalah SP2HP kepada kepolisian untuk mengetahui perkembangan hasil penyidikan.

3.      Permohonan Praperadilan:

Jika laporan tidak ditindaklanjuti atau ditolak, ajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri.

4.      Pengaduan ke Propam:

Jika ada dugaan penyidik tidak menjalankan tugasnya dengan benar, ajukan pengaduan ke Propam Polri.

5.      Konsultasi Hukum:

Jika diperlukan, konsultasikan kasus dengan seorang pengacara untuk mendapatkan panduan hukum yang lebih spesifik.

Penting untuk diingat:

Masa Laporan:

Laporan polisi tidak memiliki masa kadaluarsa, namun untuk delik aduan, pelapor memiliki waktu tiga bulan sejak laporan dibuat untuk mencabutnya.

Pencabutan Laporan:

Pencabutan laporan yang sah dapat menghentikan proses hukum.

Sanksi terhadap Polisi:

Jika polisi mengabaikan laporan, penyidik dapat dikenakan sanksi etika dan/atau administratif, kata Perqara.

Pengajuan Praperadilan:

Praperadilan dapat dilakukan jika pelapor merasa tidak puas dengan proses penyidikan atau penghentian penyidikan oleh kepolisian

Apabila Anda tidak juga memperoleh informasi terkait proses penyidikan terhadap laporan polisi yang telah dibuat, maka Anda sebagai pelapor dapat meminta Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (“SP2HP”).

Dasar hukum terkait perolehan SP2HP antara lain diatur dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan (“Perkap 21/2011”), yang menyebutkan bahwa penyampaian informasi penyidikan yang dilakukan melalui surat, diberikan dalam bentuk SP2HP kepada pelapor/pengadu atau keluarga.

Bahkan mengacu pada Pasal 10 ayat (5) Perkap 6/2019, setiap perkembangan penanganan perkara pada kegiatan penyidikan tindak pidana harus diterbitkan SP2HP.

Pasal 11 ayat (2) Perkap 21/2011 kemudian menyebutkan bahwa dalam SP2HP sekurang-kurangnya memuat pokok perkara, tindakan yang telah dilaksanakan penyidik dan hasilnya, dan permasalahan/kendala yang dihadapi dalam penyidikan.

Dalam laman Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) milik Polri, dijelaskan bahwa SP2HP pertama kali diberikan pada saat setelah mengeluarkan surat perintah penyidikan dalam waktu tiga hari laporan polisi dibuat. Lebih lanjut, waktu pemberian SP2HP pada tingkat penyidikan untuk masing-masing kategori kasus adalah:

 

1.      Kasus ringan, SP2HP diberikan pada hari ke-10, hari ke-20, dan hari ke-30

2.      Kasus sedang, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45, dan hari ke-60.

3.      Kasus sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45, hari ke-60, hari ke-75, dan hari ke 90.

4.      Kasus sangat sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-20, hari ke-40, hari ke-60, hari ke-80, hari ke-100, dan hari ke-120.

Pihak Badan Reserse Kriminal Polri juga memberikan kemudahan dan transparansi bagi masyarakat melalui laman Layanan SP2HP Online. Melalui situs ini, pihak pelapor/pengadu dapat mengetahui dan mengakses SP2HP secara online dengan memasukan data berupa:

Nomor LP;

Nama lengkap pelapor;

Tanggal lahir pelapor.

Oleh karena itu untuk mengetahui perkembangan proses penyidikan yang sedang berlangsung, pihak pelapor dapat mengajukan permohonan untuk dapat diberikan SP2HP kepada pihak kepolisian terkait atau mengaksesnya secara online.

Apabila laporan polisi yang telah Anda buat ternyata telah dihentikan penyidikannya dan Anda merasa keberatan, Anda dapat mengajukan permohonan praperadilan kepada ketua pengadilan negeri setempat.

Hal ini telah diatur dalam ketentuan Pasal 80 KUHAP yang selengkapnya berbunyi:

Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-X/2012 kemudian menegaskan bahwa frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” yang dimaksud termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat, atau organisasi kemasyarakatan (hal. 36).

Sebelum terdapat penghentian penyidikan yang diinformasikan oleh penyidik kepada Anda sebagai pelapor melalui SP2HP, maka selama itu Anda tidak dapat mengajukan permohonan praperadilan. Dengan kata lain, permohonan praperadilan dapat Anda ajukan ketika proses penyidikan telah benar-benar dihentikan sebagaimana telah kami jelaskan.

Pengaduan dan pelaporan polisi adalah dua hal yang berbeda dalam konteks hukum pidana. Pelaporan dapat dilakukan oleh siapa saja untuk menyampaikan informasi tentang tindak pidana yang terjadi atau diduga terjadi, sedangkan pengaduan hanya dapat diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh tindak pidana tertentu, dan hanya untuk jenis tindak pidana tertentu yang disebut "tindak pidana aduan". 

Pelaporan:

Pelaporan merupakan pemberitahuan yang disampaikan kepada pihak berwenang (polisi) tentang adanya tindak pidana yang terjadi, sedang terjadi, atau diduga akan terjadi. 

Setiap orang dapat melaporkan tindak pidana. 

Tujuan pelaporan adalah untuk memberikan informasi sehingga dapat dilakukan penyelidikan lebih lanjut. 

Contoh pelaporan: Pelaporan tindak pidana pencurian, penganiayaan, pembunuhan, dan lain-lain. 

Pengaduan:

Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan kepada pihak berwenang (polisi) untuk menindak pelaku tindak pidana yang merugikan pihak yang mengajukan aduan. 

Pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang yang dirugikan atau memiliki hak untuk mengajukan aduan. 

Pengaduan hanya terbatas pada jenis tindak pidana tertentu yang disebut "tindak pidana aduan". 

Contoh tindak pidana aduan: Penganiayaan yang dilakukan oleh anggota keluarga, perbuatan tidak menyenangkan, penghinaan, dan lain-lain. 

Tujuan pengaduan adalah untuk memulai proses peradilan dan menuntut hukuman bagi pelaku tindak pidana. 

Pengaduan dapat dicabut dalam waktu paling lambat 3 bulan setelah pengaduan diajukan. 


Contoh:

·         Pelaporan:

Jika seseorang melihat seorang pencuri sedang mencuri, orang tersebut dapat melaporkan kejadian tersebut ke polisi.

·         Pengaduan:

Jika seseorang dirugikan oleh penganiayaan yang dilakukan oleh anggota keluarga, orang tersebut dapat mengajukan aduan ke polisi.

 

Kesimpulan:

Pelaporan adalah pemberitahuan umum tentang tindak pidana, sedangkan pengaduan adalah pemberitahuan yang disertai permintaan untuk menindak pelaku tindak pidana tertentu yang merugikan pihak pengadu. 

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan;

Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

Putusan:

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-X/2012. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kemasyarakatan, dilarang:

  Dalam memutuskan tidak dibuatnya laporan polisi atas laporan/aduan yang disampaikan, penyidik yang bersangkutan harus memiliki alasan ...